Ilustrasi bayam, tanaman bayam. (PIXABAY/MAXMANN)



Kompas.com - 03/04/2024, 06:00 WIB   Faqihah Muharroroh Itsnaini, Hilda B Alexander Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Riset dan Inovasi Nasonal (BRIN) mengembangkan metode fitoremediasi atau tindakan membersihkan polutan menggunakan tumbuhan, untuk mengatasi kontaminasi Sesium-137 (Cs-137) di lingkungan.  

Cs-137 adalah unsur radioaktif yang dihasilkan dari reaksi fisi nuklir. Cs-137 mudah larut dalam air, sehingga jika mengontaminasi lingkungan, ia akan larut dan dapat masuk ke rantai makanan maupun tubuh makhluk hidup.  

“Cs-137 ini berbahaya karena mobilitasnya. Karena itu, BRIN sedang mengupayakan bagaimana cara mengatasi kontaminasi Cs-137 di lingkungan,” ujar Peneliti Ahli Muda Pusat Riset Teknologi Bahan Nuklir dan Limbah Radioaktif (PRTBNLR) BRIN Gustri Nurliati, dalam pernyataanya, dikutip Selasa (2/4/2024).  

Sebagai informasi, menurut Kompas.id (2/19/2020), CS-137 adalah zat radioaktif yang tidak stabil yang meluruh menjadi barium 137. Atom Cs 137 memancarkan radiasi dalam bentuk sinar gama energi sedang.  

Cs-137 sebagai unsur radioaktif dari reaksi nuklir, dapat mengkontaminasi udara, air, tanah, dan biota termasuk manusia.  

Sesium 137 digunakan antara lain dalam terapi radiasi untuk mengobati kanker, alat pendeteksi aliran cairan, iradiator makanan, serta alat pengukur ketebalan bahan.

Laman Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) Amerika Serikat menyebutkan, waktu paruh Cs 137 adalah 30 tahun. Karena itu, benda dan daerah yang terkontaminasi Cs 137 berbahaya bagi manusia selama satu generasi atau lebih.  

Menurut CDC, dampak paparan Cs 137 sama dengan paparan zat radioaktif lain tergantung pada dosis, durasi, dan cara kontaknya. Faktor lain yang berpengaruh adalah usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan keluarga, gaya hidup, pola makan, dan kondisi kesehatan.  

Paparan radiasi dosis tinggi dalam waktu singkat menyebabkan sindrom radiasi akut seperti mual, muntah, diare, rambut rontok, luka bakar, perdarahan, koma, bahkan kematian. Dosis yang dimaksud, lebih dari 0,7 Gray atau 70 rads (satuan zat yang terserap dalam jaringan tubuh).

Metode fitoremediasi

Gustri menjelaskan, salah satu metode remediasi Cs-137 di lingkungan yaitu dengan fitoremediasi.  

Metode ini merupakan teknologi pengurangan, pembersihan, atau penghilangan polutan berbahaya seperti logam berat, pestisida, senyawa beracun, dan lain-lain dalam media lingkungan, tanah atau air, dengan menggunakan tanaman.  

“Metode ini ramah lingkungan, karena tidak memerlukan bahan kimia berbahaya. Biaya relatif rendah, sustainable, meningkatkan estetika lingkungan, dan mengurangi risiko pencemaran lebih lanjut,” paparnya.  

Para peneliti BRIN telah melakukan fitoremediasi untuk mengatasi kontaminasi Cs-137. Riset fitoremediasi dilakukan dengan kontaminan sesium non-radioaktif menggunakan tanaman sorgum, akar wangi, bayam duri, dan sengon.  

Sedangkan fitoremediasi dengan kontaminan sesium radioaktif dilakukan dengan menggunakan tanaman jagung, bayam, kangkung, cabai, tomat, pare, sawi hijau, terong, dan daun singkong.  

“Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan, tanaman yang tertinggi untuk transfer faktor Cs-137 adalah bayam. Sedangkan yang tertinggi transfer faktor Cobalt adalah tanaman pare,” kata Gustri.

Mekanisme dalam fitoremediasi

Lebih lanjut, ia memaparkan empat prinsip dasar atau mekanisme dalam fitoremediasi. Yaitu, ekstraksi, volatisasi, degradasi, dan containment atau imobilisasi.  

Ekstraksi adalah proses penyerapan zat kontaminan dari media oleh tumbuhan. Kontaminan akan terakumulasi di sekitar akar tumbuhan, kemudian ditranslokasikan ke seluruh tubuh tumbuhan, yaitu akar, tajuk batang, dan daun.  

Kemudian, volatisasi adalah proses kontaminan ditransformasi oleh tanaman menjadi bentuk yang kurang toksik dan mudah menguap. Selanjutnya, akan dilepaskan ke atmosfer melalui penyerapan, jaringan tanaman, metabolisme tanaman, dan proses transpirasi.

Mekanisme selanjutnya adalah degradasi atau destruksi. Proses ini melibatkan penguraian kontaminan organik secara langsung melalui pelepasan enzim dari akar, atau melalui aktivitas metabolisme dalam jaringan tanaman. Umumnya, kontaminan organik diubah menjadi karbondioksida dan air.  

Mekanisme terakhir, imobilisasi untuk zat kontaminan yang sulit didegradasi. Kontaminan ini hanya diserap oleh akar dan tetap menempel pada akar tumbuhan. Zat-zat kontaminan akan menempel erat pada akar, sehingga, tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media tercemar.  

Menurut Gustri, untuk menentukan jenis tanaman yang digunakan, diperlukan identifikasi mekanisme fitoremediasi dan tujuan remediasi.  Diperlukan juga informasi lokasi seperti jenis kontaminan, konsentrasi, bentuk, tekstur tanah, salinitas, pH, kesuburan, dan kadar air.  

Selain itu juga perlu identifikasi kriteria penting untuk seleksi tanaman. Misalnya, toleransi panas, toleransi serangga, ketahanan terhadap kekeringan, dan laju pertumbuhan atau produksi biomassa.  

“Cocokkan kriteria-kriteria tersebut dengan daftar tanaman yang diusulkan. Kemudian, setelah memilih tanaman dan melaksanakan fitoremediasi, diperlukan juga proses pemantauan dan evaluasi pertumbuhan tanaman dan pemilihan tanaman,” pungkas Gustri.

Sumber: https://lestari.kompas.com/read/2024/04/03/060000986/atasi-pencemaran-radioaktif-brin-kembangkan-metode-pembersihan-lewat-tanaman?page=2

Sumber : Kompas

Tags : Limbah Radioaktif

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -