PLTN Fukishima yang Lepas Limbah Nuklir ke Laut. (Foto: via REUTERS/POOL)



Nikita Rosa - detikEdu
Selasa, 12 Sep 2023 17:00 WIB

Jakarta - Jepang sempat menjadi sorotan beberapa waktu lalu. Pasalnya, Negara Matahari Terbit ini membuang limbah nuklir ke Samudera Pasifik pada Kamis, (24/8/2023) lalu.

Masyarakat Jepang sampai menggelar aksi demo di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Tak hanya Warga Negara Jepang, beberapa negara juga mengecam tindakan tersebut.

Limbah nuklir ini berasal dari kecelakaan ledakan nuklir di PLTN Fukushima Daiichi yang menewaskan setidaknya 18.000 orang. Sejak ledakan pada 2011 itu, Pemerintah Jepang melakukan restorasi dengan mendinginkan limbah reaktor dari PLTN Fukushima.

Air bekas pendinginan inilah yang diolah, kemudian dibuang ke laut lepas mulai Agustus lalu. Diduga masih mengandung radiasi di luar ambang batas, sejumlah negara telah melakukan protes pada Pemerintah Jepang.

Masih Batas Aman
Dosen Departemen Teknik Nuklir dan Teknik Fisika UGM Dr Ir Haryono Budi Santoso, MS, menceritakan total air yang dibuang memasuki kategori sangat banyak. Bahkan, bisa dikatakan mencapai 50 ukuran kolam renang standar olimpiade.

Meski demikian, Hartono beranggapan bahwa kualitas air masih berada pada batas aman. Lebih lanjut, Pemerintah Jepang juga telah mengklaim bahwa air tersebut sudah aman dan mendapatkan izin dari Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

"Kalau di lihat dari datanya itu aman sekali. Sebagai contoh, nilainya itu jauh dari batas yang diizinkan dari WHO, jauh lebih kecil. Mungkin karena dikhawatirkan mencemari lingkungan, maka banyak yang bersuara sumbang terhadap peristiwa tersebut," papar Haryono pada laman UGM dikutip Selasa (12/9/2023).

Proses Pembuangan Limbah
Lebih lanjut, Haryono menjelaskan bahwa pemerintah Jepang telah berusaha menampung air yang terkontaminasi radioaktif. Tampungan bisa mencapai lebih dari 1.000 tangki.

"Kemudian setelah berhasil diatasi, akumulasi airnya yang terkontaminasi itu kan masih ada. Akhirnya, sesuai dengan sifat radioaktif yang meluruh dengan waktu, maka air yang terakumulasi itu tingkat radiasinya juga turun," tutur Haryono.

Butuh waktu yang lama untuk meluruhkan kandungan radioaktif dalam air secara alami. Karena lahan untuk penyimpanan air tersebut akan digunakan kembali, Pemerintah Jepang menerapkan ALPS (Advanced Liquid Processing System) untuk mengupayakan air olahan tersebut bisa dilepas ke lautan.

"Proses ini berhasil membersihkan sekitar 62 jenis radioaktif. Nah, setelah itu kan masih ditampung. Problemnya muncul di sini," jelasnya.

"Sistem yang ada sampai dengan saat ini belum bisa membersihkan tritium (H3). Kalau kontaminan radioaktif yang lain itu bisa. Tritium ini sifatnya seperti air, bergantung dengan air. Masalahnya, tritium ini radioaktif. Sehingga konsentrasi tritium di lingkungan itu harus sangat dibatasi, karena dia mampu menghasilkan radiation sickness," sambungnya.

Haryono menyatakan, batas kandungan tritium pada cairan menurut WHO adalah 10.000 btr/liter. Berdasarkan aturan tersebut, Jepang mengambil batasan operasional jauh lebih kecil, yaitu 1.500 btr/liter.

Proses peluruhan kandungan radioaktif telah diawasi ketat oleh organisasi IAEA selama bertahun-tahun. Saat air mulai dilepaskan ke laut, dilaporkan bahwa kandungan tritium tidak signifikan hingga 3 meter dari garis pantai.

Menurutnya, pelepasan air olahan bekas pendinginan PLTN Fukushima tidak mengganggu ekosistem laut dan lingkungan.

(nir/nwk)

Sumber: https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-6927018/kata-pakar-ugm-soal-jepang-buang-limbah-nuklir-ke-laut-aman-atau-nggak

Sumber : Detik

Tags : Radiasi NuklirLimbah RadioaktifLimbah Nuklir

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -