Rencana Pemerintah Jepang yang akan melepaskan lebih dari satu juta ton air limbah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang hancur ke laut. Foto/Ilustrasi/SINDOnews



Mohammad Atik Fajardin
Jum'at, 14 April 2023 - 19:06 WIB

JAKARTA - Rencana Pemerintah Jepang yang akan melepaskan lebih dari satu juta ton air limbah dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima Daiichi yang hancur ke laut pada musim semi tahun 2023 ini menjadi perhatian sejumlah pihak. Termasuk dalam hal ini Indonesia.

Kepala Pusat Rekayasa Fasilitas Nuklir (PRFN), Mohammad Dhandhang Purwadi memberikan tanggapannya mengenai masalah radioaktif yang memicu banyak aktivis dan mahasiswa menyampaikan kekhawatirannya.

"Pertama, membuangnya di mana? Kalau membuangnya di luar teritorial mereka, tentu saja mereka berlaku tidak benar. Apakah keselamatan dan keamanannya sepenuhnya dipertimbangkan?" kata Dhandhang dalam keterangannya, Jumat (7/4/2023).

"Kedua, air laut dapat mengencerkan radioaktif (pengenceran). Alam ini juga memiliki radioaktivitas. Kalaupun naik jumlah pembuangan, jujurnya jumlahnya lebih dari satu juta ton itu memang sangat besar, harus sesuai dengan standar keselamatan," imbuhnya.

Dhandhang juga mengatakan, dengan memiliki data dan kinerja, PRFN dapat mengetahui aliran dan perhitungan dari radioaktif. Peneliti dapat mengetahui dispersi radioaktivitas di alam. Tidak hanya dampak di perairan, tetapi juga di udara.

Dispersi merupakan penyebaran radioaktivitas di alam. Pada saat kecelakaan terjadi dan menyebabkan dispersi di darat maupun udara, fasilitas untuk mencegah dampak nuklir diperhitungkan, dimodelkan, dan dicek dengan pengukuran-pengukuran lapangan, sehingga modelnya terverifikasi dan benar.

Beliau meyakini, model yang PRFN miliki merupakan model yang kompleks dan sangat sesuai dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. Dengan upaya tersebut, baru bisa disimpulkan strategi apa yang dibutuhkan dan sesuai aturan.

Strategi tersebut dapat berupa tindakan evakuasi personel, makhluk hidup, penduduk, dan sebagainya. Badan Pengawas Tenaga Nuklir pun telah meletakkan sensor-sensornya dan alat pengukurnya pada titik-titik yang dipercaya sebagai tempat radioaktif berbahaya.

Pengawasan di sekitar instalasi dan alat-alat pengukur nuklir juga sudah diletakkan pada titiktitik tersebut.

"Untuk efek pada pengairan, paparan radiasi yang mirip dengan radioaktif pada alam tetaplah ada. Contohnya kecelakaan kapal selam, padahal radioaktivitas tidak sangat mayor atau terkena efek pengenceran," ucapnya.

Jika paparan radiasi semakin tinggi, periset dapat menyampaikan kekhawatiran ini secara langsung pada Jepang. Bapeten (Badan Pengawas Tenaga Nuklir) akan selalu mengawasi kondisi tersebut.

Menurut Pak Dhandhang, di Sulawesi, ada daerah yang memiliki radioaktif melebihi rata-rata. Kemungkinan, di bawahnya mengandung mineral-mineral, seperti uranium, thorium, dan sebagainya.

"Di Bangka Belitung, juga mengandung mineral seperti itu, sehingga radiasinya sudah ada. Bahkan, ketika Anda menggunakan handphone, bisa terpapar radiasi dari gelombang elektromagnetik. Sama dengan radioaktif nuklir, tidak ada yang benar-benar 0, tapi juga tidak boleh dianggap enteng," ungkapnya.

Dhandhang berharap untuk kondisi yang akan datang, semua institusi pengamatan, pengawasan, teknologi, dan metode-metodenya harus segera dilengkapi. Indonesia harus mandiri untuk mengadakan alat-alatnya sendiri. Pihak internasional juga membantu negara yang ingin selamat dari nuklir.

"Jika nuklir bukan untuk maksud-maksud militer, pasti akan dibantu," simpul Kepala PRFN tersebut.

Dengan perkembangan zaman, nuklir telah banyak digunakan. Pemerintah harus mengumumkan penggunaan nuklir secara safety di laut. "Dampak nuklir memang berbahaya dan badan penanganan nuklir bersama-sama dapat mengatasinya," tutupnya.

(maf)

Sumber: https://nasional.sindonews.com/read/1073177/15/jepang-akan-buang-limbah-nuklir-ke-laut-prfn-soroti-masalah-radioaktif-1681473880/10

Sumber : Sindonews

Tags : Teknologi Nuklir

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -