Masjid Istiqlal yang tertutup polusi di Jakarta, Jumat 21 Juni 2024. Berdasarkan data situs pemantau kualitas udara IQAir pada pukul 15.53 WIB, Indeks Kualitas Udara (Air Quality Index/AQI) di Jakarta berada pada angka 155 yang menempatkannya sebagai kota



Reporter Irsyan Hasyim (Kontributor)

Editor Abdul Manan

Selasa, 13 Agustus 2024 17:14 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Badan Riset dan Indonesia Nasional atau BRIN menyatakan, teknologi nuklir dapat menjadi salah satu solusi dalam mengatasi polusi udara, yaitu dengan melakukan karakterisasi terhadap partikel yang ada di udara yang membahayakan kesehatan. 

“Dengan teknologi canggih ini, kita berharap permasalahan polusi udara menjadi lebih terang,” kata Profesor Riset BRIN, Muhayatun Santoso melalui keterangan tertulis, Selasa, 13 Agustus 2024.

Polusi udara, kata Muhayatun, dapat terjadi karena adanya beberapa sumber, seperti dari alam atau aktivitas manusia. “Yang bersumber dari alam, Indonesia termasuk dalam ring of fire, banyak gunung berapi, kebakaran. Kemudian yang bersumber dari aktivitas manusia, seperti transportasi, industri, dan sebagainya,” katanya.

Di Indonesia sudah terdapat 17 lokasi alat pemantau polusi udara yang tersebar di beberapa provinsi dan kota besar. Sensor dan monitor pemantauan udara memberikan data konsentrasi udara di mana di dalamnya terdapat partikel yang berbeda-beda. Data partikel tersebut akan dianalisa oleh BRIN dengan menggunakan teknik nuklir.

“Karena partikelnya sangat kecil, maka membutuhkan teknologi yang benar-benar canggih. Partikulat-partikulat udara tersebut, dengan menggunakan energi nuklir sekali tembak, bisa menggunakan gamma, X-ray, atau proton, akan bisa terdeteksi semuanya. Dan uji ini non destructive, partikelnya masih utuh,” ucap Muhayatun.

“Teknologi ini dapat memberikan informasi komplet untuk pihak manajemen dalam membuat kebijakan sesuai data untuk daerah masing-masing. Hal ini karena karakteristik masing-masing daerah berbeda, sumber-sumbernya juga berbeda. Sehingga, misalnya sebuah kebijakan di Jakarta tidak bisa langsung diterapkan untuk kota yang lain,” kata dia menambahkan.

BRIN telah berkolaborasi dengan berbagai negara berteknologi maju, untuk melakukan riset terkait polusi udara. "Tidak semua laboratorium berteknologi maju ada di Indonesia. Di Asia Pasifik, kita bekerja sama dengan 22 negara. Kita juga terlibat dalam proyek dengan International Atomic Energy Agency (IAEA), di mana, kita diberi kesempatan untuk menggunakan fasilitas canggih yang ada di Italia, Selandia Baru, dan Australia,” ungkapnya.

Menurut Muhayatun, pencemaran udara ini merupakan permasalahan global yang harus ditangani bersama. Partikel yang ada di udara sangat halus dan berada di atmosfer udara dalam jangka waktu cukup lama, serta bergerak dari satu negara ke negara yang lain tanpa batas. “Jadi, untuk menyelesaikan permasalahan polusi udara, dibutuhkan regional platform. Oleh karena itu, kita perlu berkolaborasi dengan siapapun,” ujarnya. 

Muhayatun berharap, BRIN dapat berkontribusi dalam menangani permasalahan ini. Ia juga berharap Indonesia dapat memanfaatkan teknologi nuklir untuk membantu memecahkan permasalahan polusi udara tersebut.

Sumber : https://tekno.tempo.co/read/1903356/brin-mengkaji-pemanfaatan-teknologi-nuklir-untuk-atasi-polusi-udara

Tags : Teknologi Nuklir

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -