Foto: Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero), Suroso Isnandar menyampaikan pemaparan dalam acara Green Economic Forum 2024 di Jakarta, Rabu (29/5/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)



29 May 2024 11:27

Jakarta, CNBC Indonesia - Pengembangan energi baru terbarukan dan transisi energi hijau dipercaya menjadi sebuah keniscayaan. Meski demikian, masih banyak tantangan yang membayangi, mulai dari pendanaan hingga risiko operasional.

Direktur Manajemen Risiko PT PLN (Persero) Suroso Isnandar mengatakan diperlukan perubahan persepsi investor agar mereka mau masuk ke Indonesia, terutama di bidang ini. Pasalnya, meski banyak lembaga yang menyalurkan green funding atau pendanaan hijau, jalannya masih lambat sehingga dibutuhkan alternatif dan mitigasi risiko tersendiri.  

"Green funding tersedia, tetapi tidak bergerak cukup cepat. Ini kita mitigasi agar financial risk kita bisa turun. Regulasi dan policy risk juga dilakukan agar investor berhitung investasi di Indonesia, return-nya tepat atau tidak, ini yang kami dalami," kata Suroso dalam Green Economic Forum 2024, Rabu (29/5/2024).  

PLN menurutnya membutuhkan rencana jangka panjang hingga 2040, dan tengah berkoordinasi dengan pemerintah untuk perencanaan di atas RUPTL 2030.  

"Intinya coal phase down, dengan cara mengubah fuel mixed, 75% EBT dan 25% gas," ujarnya.  

Beberapa variabel EBT yang akan dikembangkan adalah PLTS, angin, panas bumi, air, dan beberapa potensi lainnya. PLN pun membuka ruang baru untuk energi baru terbarukan lainnya, salah satunya nuklir.  

"Nuklir dari simulasi kebutuhan energi ke depan, ada ruang setelah 2034, namun masih simulasi dan akan menuju kesana. Ini kebijakan pemerintah dan kita akan menuju kesana," kata Suroso.

Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/news/20240529112341-4-542052/pendanaan-hijau-tidak-cukup-cepat-pln-tempuh-langkah-ini

Tags : Energi Nuklir

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -