Ilustrasi -- Pembangkit nuklir di Prancis. (Foto: JEAN-PHILIPPE KSIAZEK/AFP)



Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 16 Mei 2023 13:26 WIB

Jakarta - Wacana pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) kerap menuai pro kontra. Di sisi lain, pemerintah punya rencana mengembangkan pembangkit ini dengan memasukkannya dalam peta jalan untuk mencapai net zero emission (NZE).
Tak cuma itu, pengembangan PLTN juga bakal diatur dalam undang-undang.

Seperti dirangkum detikcom, Selasa (16/5/2023), pemerintah melalui Kementerian ESDM telah membuat peta jalan untuk mencapai NZE di sektor energi. Peta jalan yang menjadi komitmen bersama antara pemerintah dan pemangku kepentingan ini berupa timeline yang terbagi dalam 6 tahap dimulai dari 2021 hingga 2060.

Menteri ESDM Arifin Tasrif pernah menyampaikan, strategi yang disusun mengacu pada sisi supply maupun demand.

"Berdasarkan peta jalan transisi energi, strategi utama yang disusun untuk menuju karbon netral di sisi supply adalah pengembangan energi baru terbarukan (EBT) secara masif dengan fokus pada tenaga surya, hydro, panas bumi dan hidrogen," ujar Arifin seperti dikutip dari laman Kementerian ESDM.

Ia menambahkan, strategi lainnya dari sisi supply adalah retirement PLTU yang dilakukan secara bertahap, serta pemanfaatan teknologi rendah emisi seperti Carbon Capture and Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS).

"Dari sisi demand, strategi yang dilakukan antara lain pemanfaatan kompor listrik dan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), di samping penerapan manajemen energi," sebutnya.

Arifin kemudian mengatakan, teknologi super grid dan smart grid menjadi kunci untuk meningkatkan penetrasi EBT. Menurutnya, pengembangan super grid dilakukan untuk meningkatkan konektivitas antar sistem kelistrikan antar pulau untuk berbagi sumber EBT.

Pemerintah juga memiliki rencana untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya EBT untuk pembangkit listrik, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) yang direncanakan masuk pada 2049.

"Tambahan pembangkit setelah 2030 hanya dari EBT. Mulai 2035 didominasi oleh Variable New Energy (VRE) berupa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS), pada tahun berikutnya diikuti oleh Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) dan Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut (PLTAL)," terangnya.

Di sisi lain, payung hukum untuk PLTN juga sedang digodok. Pemerintah dan DPR hingga saat ini masih melakukan pembahasan Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) yang di dalamnya memuat soal PLTN.

Dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI pada 29 November lalu, Arifin menyampaikan, berdasarkan pembahasan internal yang dilakukan pemerintah telah disusun DIM RUU EBET yang terdiri 574 DIM dengan rincian 52 pasal diubah, 10 pasal tetap dan 11 pasal baru.

Soal nuklir, Arifin mengatakan, pemerintah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir (MTN) dan mengusulkan kewenangan MTN yaitu terkait pengkajian kebijakan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta penyusunan rekomendasi kebijakan.

"Selain itu pemerintah mengusulkan pelaksana PLTN adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenaganukliran untuk kelistrikan. Pemerintah menyetujui substansi terkait persetujuan pembangunan PLTN yang diusulkan oleh DPR dan mengusulkan persetujuan dimaksud berlaku untuk PLTN dengan teknologi sebelum generasi ketiga," jelasnya.

Kepada detikcom, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, RUU EBET penting sebagai payung hukum untuk pembangkit nuklir. Setelah itu, pihaknya akan melihat sistem atau daerah mana yang membutuhkan pembangkit tersebut.

"RUU EBET menjadi penting sebagai payung hukum untuk nuklir. Setelah itu kita lihat mana subsistem atau daerah yang perlu nuklir. Kita dan kementerian/lembaga lain sedang memonitor teknologi nuklir yang cocok untuk kita implementasikan," katanya.

Senada, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, RUU EBET merupakan payung hukum dalam pengembangan PLTN. Menurutnya, masuknya PLTN dalam RUU EBET sebagai bentuk keseriusan pemerintah.

"RUU EBET nantinya akan menjadi payung hukum untuk pengembangan PLTN, dalam RUU tidak disebutkan kapan PLTN-nya akan dibangun. Dengan masuknya PLTN dalam RUU EBT, ini adalah salah satu bentuk keseriusan pemerintah," terangnya.

RUU EBET sendiri merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.

Lihat juga Video 'Rusia Mulai Latihan Rudal Balistik Antarbenua, Begini Penampakannya':

(acd/das)
nuklir
Sumber: https://finance.detik.com/energi/d-6723043/ri-mau-kembangkan-pembangkit-nuklir-bagaimana-progresnya

Sumber : Detik

Tags : Energi NuklirPLTN

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -