Foto: REUTERS/Gleb Garanich



Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Rabu, 17 Mei 2023 06:22 WIB

Jakarta - Pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) bakal dibangun di Indonesia. Pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM telah menyusun peta jalan menuju net zero emission (NZE) di mana pemanfaatan PLTN ada di dalamnya.
Sejalan dengan itu, pemerintah bersama dengan DPR juga tengah membahas Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET). RUU ini juga memuat soal PLTN.

Dalam rapat dengan Komisi VII DPR RI pada 29 November 2022 lalu, Menteri ESDM Arifin Tasrif menyampaikan, berdasarkan pembahasan internal yang dilakukan pemerintah telah disusun DIM RUU EBET yang terdiri 574 DIM dengan rincian 52 pasal diubah, 10 pasal tetap dan 11 pasal baru.

Soal nuklir, Arifin mengatakan, pemerintah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir (MTN) dan mengusulkan kewenangan MTN yaitu terkait pengkajian kebijakan, pelaksanaan monitoring dan evaluasi, serta penyusunan rekomendasi kebijakan.

"Selain itu pemerintah mengusulkan pelaksana PLTN adalah badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang ketenaganukliran untuk kelistrikan. Pemerintah menyetujui substansi terkait persetujuan pembangunan PLTN yang diusulkan oleh DPR dan mengusulkan persetujuan dimaksud berlaku untuk PLTN dengan teknologi sebelum generasi ketiga," jelas Arifin dalam catatan detikcom, ditulis Selasa (16/5/2023).

Kepada detikcom, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu mengatakan, RUU EBET penting sebagai payung hukum untuk pembangkit nuklir. Setelah itu, pihaknya akan melihat sistem atau daerah mana yang membutuhkan pembangkit tersebut.

"RUU EBET menjadi penting sebagai payung hukum untuk nuklir. Setelah itu kita lihat mana subsistem atau daerah yang perlu nuklir. Kita dan kementerian/lembaga lain sedang memonitor teknologi nuklir yang cocok untuk kita implementasikan," katanya.

Senada, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Dadan Kusdiana mengatakan, RUU EBET merupakan payung hukum dalam pengembangan PLTN. Menurutnya, masuknya PLTN dalam RUU EBET sebagai bentuk keseriusan pemerintah.

"RUU EBET nantinya akan menjadi payung hukum untuk pengembangan PLTN, dalam RUU tidak disebutkan kapan PLTN-nya akan dibangun. Dengan masuknya PLTN dalam RUU EBT, ini adalah salah satu bentuk keseriusan pemerintah," terangnya.

RUU EBET sendiri merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.

Meski aturan ini belum disahkan menjadi undang-undang, nyatanya sudah ada perusahaan yang berminat untuk membangun PLTN di Tanah Air. Perusahaan bernama PT ThorCon Power Indonesia (PT TPI) berencana membangun PLTN di Indonesia dengan nilai investasi yang dikucurkan untuk PLTN ini bakal mencapai triliunan rupiah.

"Jadi memang investasi Rp 17 triliun, kita tidak membangun planting di Indonesia, jadi kita membangunnya itu di Korea, di atas kapal, tapi yang dibangun di sini (Indonesia) lebih kepada Pulau Kelasanya, pelabuhannya dan juga fasilitas uji nonvisi. Jadi, sehingga sebagian besar investasi itu akan ada di luar negeri (saat ini)," tutur Direktur Operasi PT ThorCon Power Indonesia Bob S Effendi saat konferensi pers di kantor Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), Jakarta Pusat, Selasa (28/3) lalu.

Bob mengungkapkan alasan pembangunan reaktor nuklir di atas galangan kapal dinilai lebih cepat. Nantinya, apabila PLTN-PLTN tersebut sudah mulai beroperasi, tidak menutup kemungkinan akan dibangun pabrik di Indonesia.

Meskipun masih belum diidentifikasi lokasi pembangunan pabrik untuk kebutuhan PLTN di Indonesia, namun Bob menuturkan kemungkinan pabrik akan dibangun di Bangka Belitung atau lebih tepatnya di Pulau Gelasa setelah tahun 2030.

"Namun demikian, ke depannya, PLTN ini yang nantinya awalnya dibangun di Korea akan dibuka pabrik di Indonesia, itu komitmen kami," tutupnya.

Sementara, PLTN sendiri masih menimbulkan kekhawatiran bagi banyak orang. Salah satunya karena tragedi meledaknya PLTN Chernobyl yang terjadi pada 26 April 1986 silam di Ukraina.

Dikutip dari siaran pers yang diterbitkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 26 April 2020 lalu, dijelaskan, tragedi Chernobyl terjadi pada pukul 01.23 dini hari. Disebutkan, satu dari empat modul reaktor Chernobyl meledak sehingga menewaskan 28 pekerja seketika.

Namun, Kepala Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) Batan, Dhandhang Purwadi mengatakan bahwa kecelakaan yang terjadi pada reaktor Chernobyl murni karena keteledoran manusia.

"Kecelakaan itu disebabkan oleh kesalahan manusia dalam hal ini operator yang melakukan suatu eksperimen pada daya tingkat rendah atau di bawah daya nominal sebelum reaktor dimatikan," kata Dhandhang.

Sebetulnya, menurut Dhandhang, reaktor Chernobyl saat itu sudah dilengkapi dengan sistem otomatisasi, namun untuk kepentingan eksperimen, sistem otomatisasi yang menghambat penurunan daya dimatikan. Dengan matinya sistem otomatisasi, akhirnya dalam penurunan daya yang dilakukan secara manual tersebut melampaui batas keselamatan yang dipersyaratkan.

Tidak lama kemudian terjadi lonjakan energi secara tiba-tiba yang tak terduga. Ketika operator mencoba mematikan secara darurat, terjadi lonjakan daya yang sangat tinggi yang menyebabkan tangki reaktor pecah dan diikuti serangkaian ledakan uap. Ledakan ini, tutur Dhandhang menyebabkan kebakaran hebat yang berlangsung selama seminggu penuh dan melepaskan debu partikel radioaktif ke udara.

"Ledakan ini membahayakan bagi operator di sekitar reaktor karena radiasi alfa, beta, dan gamma yang memancar langsung dari pusat reaktor yang perisai radiasinya sudah rusak," katanya.

Zat radioaktif yang terdapat di dalam teras reaktor dapat berupa gas, bahan yang mudah menguap (volatil) dan bahan yang tidak menguap (non volatil). Zat radioaktif yang berbentuk gas maupun volatil, jelas Dhandhang, akan mudah terbawa oleh angin, dan kalau sampai masuk ke dalam tubuh manusia akan sangat membahayakan.

Kecelakaan pada PLTN Chernobyl terjadi karena adanya reaktivitas positif reaktor yang menyebabkan hilangnya kemampuan pengendalian terhadap keberlangsungan reaksi fisi berantai.

"Agar kecelakaan PLTN Chernobyl tidak terjadi lagi, semua teras reaktor nuklir pasca kecelakaan itu dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai reaktivitas positif pada semua tingkat daya," imbuhnya.

"Kalaupun ada reaktivitas positifnya hanya rendah dan masih bisa ditolerir dalam batas keselamatan. Di PLTN Chernobyl, reaktivitas positif reaktor hanya pada tingkat daya tertentu saja, tidak di semua tingkat daya," tegasnya.

Saat itu, kata dia, pada PLTN generasi sekarang telah dirancang dengan mengedepankan kaidah keselamatan yang lebih baik dan lebih ketat. Selain itu, dalam perancangannya menganut filosofi pertahanan berlapis (defense in depth), dan untuk menjaga penyebaran zat radioaktif ke lingkungan dirancang sistem fisik penghalang ganda (multiple barriers).

"Kaidah sistem keselamatan ini tidak diimplementasikan secara sempurna di PLTN Chernobyl," tambahnya.

Sementara, dikutip dari detikEdu, tragedi Chernobyl masuk ke level 7 yang berarti 'major accident' atau bencana besar menurut International Nuclear and Radiological Event Scale (INES). Tragedi Chernobyl meninggalkan dampak jangka panjang, mulai dari anak-anak dan remaja yang menderita kanker tiroid, pohon-pohon di sekitar sana yang berubah menjadi coklat kemerahan serta peningkatan katarak dan albinisme di antara beberapa spesies satwa.

Ledakan tersebut melepaskan partikel radioaktif dalam jumlah besar hingga menyebar ke sepanjang perbatasan Ukraina, Rusia, Belarusia dan beberapa negara Eropa Timur.

Pelepasan zat radioaktif yang pecah bahkan ratusan kali lebih besar daripada kekuatan bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Hingga kini, para ilmuwan memperkirakan peningkatan kanker tiroid akibat bencana ini akan bertahan selama bertahun-tahun. Sementara, Pripyat yakni wilayah yang terdampak dari ledakan tersebut kini menjadi kota mati.

(acd/zlf)

Sumber: https://finance.detik.com/energi/d-6724188/ri-mau-kembangkan-pltn-wajib-belajar-dari-tragedi-chernobyl/2

Sumber : Detik

Tags : Energi NuklirPLTN

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -