Chernobyl. Foto: AP/Efrem Lukatsky



Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Selasa, 16 Mei 2023 15:44 WIB

Jakarta - Pemerintah memiliki rencana untuk mengembangkan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Hal ini ditandai dengan masuknya PLTN dalam peta jalan menuju net zero emission (NZE).
Sejalan dengan itu, pemerintah dan DPR saat ini tengah membahas Rancangan Undang-undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) di mana di dalamnya juga mengatur PLTN.

Namun, PLTN masih menimbulkan kekhawatiran bagi banyak orang. Salah satunya karena tragedi meledaknya PLTN Chernobyl yang terjadi pada 26 April 1986 silam di Ukraina.

Tentu saja, peristiwa itu menjadi pelajaran penting bagi semua negara, termasuk Indonesia yang berencana mengembangkan pembangkit energi yang disebut-sebut rendah emisi ini.

Dikutip dari siaran pers yang diterbitkan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) pada 26 April 2020 lalu, dijelaskan, tragedi Chernobyl terjadi pada pukul 01.23 dini hari. Disebutkan, satu dari empat modul reaktor Chernobyl meledak sehingga menewaskan 28 pekerja seketika.

Namun, Kepala Pusat Teknologi dan Keselamatan Reaktor Nuklir (PTKRN) Batan, Dhandhang Purwadi mengatakan bahwa kecelakaan yang terjadi pada reaktor Chernobyl murni karena keteledoran manusia.

"Kecelakaan itu disebabkan oleh kesalahan manusia dalam hal ini operator yang melakukan suatu eksperimen pada daya tingkat rendah atau di bawah daya nominal sebelum reaktor dimatikan," kata Dhandhang.

Sebetulnya, menurut Dhandhang, reaktor Chernobyl saat itu sudah dilengkapi dengan sistem otomatisasi, namun untuk kepentingan eksperimen, sistem otomatisasi yang menghambat penurunan daya dimatikan. Dengan matinya sistem otomatisasi, akhirnya dalam penurunan daya yang dilakukan secara manual tersebut melampaui batas keselamatan yang dipersyaratkan.

Tidak lama kemudian terjadi lonjakan energi secara tiba-tiba yang tak terduga. Ketika operator mencoba mematikan secara darurat, terjadi lonjakan daya yang sangat tinggi yang menyebabkan tangki reaktor pecah dan diikuti serangkaian ledakan uap. Ledakan ini, tutur Dhandhang menyebabkan kebakaran hebat yang berlangsung selama seminggu penuh dan melepaskan debu partikel radioaktif ke udara.

"Ledakan ini membahayakan bagi operator di sekitar reaktor karena radiasi alfa, beta, dan gamma yang memancar langsung dari pusat reaktor yang perisai radiasinya sudah rusak," katanya.

Zat radioaktif yang terdapat di dalam teras reaktor dapat berupa gas, bahan yang mudah menguap (volatil) dan bahan yang tidak menguap (non volatil). Zat radioaktif yang berbentuk gas maupun volatil, jelas Dhandhang, akan mudah terbawa oleh angin, dan kalau sampai masuk ke dalam tubuh manusia akan sangat membahayakan.

Kecelakaan pada PLTN Chernobyl terjadi karena adanya reaktivitas positif reaktor yang menyebabkan hilangnya kemampuan pengendalian terhadap keberlangsungan reaksi fisi berantai.

"Agar kecelakaan PLTN Chernobyl tidak terjadi lagi, semua teras reaktor nuklir pasca kecelakaan itu dirancang sedemikian rupa sehingga tidak mempunyai reaktivitas positif pada semua tingkat daya," imbuhnya.

"Kalaupun ada reaktivitas positifnya hanya rendah dan masih bisa ditolerir dalam batas keselamatan. Di PLTN Chernobyl, reaktivitas positif reaktor hanya pada tingkat daya tertentu saja, tidak di semua tingkat daya," tegasnya.

Saat itu, kata dia, pada PLTN generasi sekarang telah dirancang dengan mengedepankan kaidah keselamatan yang lebih baik dan lebih ketat. Selain itu, dalam perancangannya menganut filosofi pertahanan berlapis (defense in depth), dan untuk menjaga penyebaran zat radioaktif ke lingkungan dirancang sistem fisik penghalang ganda (multiple barriers).

"Kaidah sistem keselamatan ini tidak diimplementasikan secara sempurna di PLTN Chernobyl," tambahnya.

Sementara, dikutip dari detikEdu, tragedi Chernobyl masuk ke level 7 yang berarti 'major accident' atau bencana besar menurut International Nuclear and Radiological Event Scale (INES). Tragedi Chernobyl meninggalkan dampak jangka panjang, mulai dari anak-anak dan remaja yang menderita kanker tiroid, pohon-pohon di sekitar sana yang berubah menjadi coklat kemerahan serta peningkatan katarak dan albinisme di antara beberapa spesies satwa.

Ledakan tersebut melepaskan partikel radioaktif dalam jumlah besar hingga menyebar ke sepanjang perbatasan Ukraina, Rusia, Belarusia dan beberapa negara Eropa Timur.

Pelepasan zat radioaktif yang pecah bahkan ratusan kali lebih besar daripada kekuatan bom nuklir yang dijatuhkan di Hiroshima dan Nagasaki. Hingga kini, para ilmuwan memperkirakan peningkatan kanker tiroid akibat bencana ini akan bertahan selama bertahun-tahun.

Sementara, Pripyat yakni wilayah yang terdampak dari ledakan tersebut kini menjadi kota mati.

(acd/das)

Sumber: https://finance.detik.com/energi/d-6723356/mau-bangun-pltn-ri-mesti-belajar-dari-tragedi-chernobyl

Sumber : Detik

Tags : Energi NuklirPLTN

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -