Agustus 1945 saat bom dijatuhkan di Hiroshima, Jepang. Foto: Reuters



Rachmatunnisa - detikInet
Minggu, 03 Mar 2024 17:33 WIB

Jakarta - Ketika Amerika Serikat (AS) menjatuhkan bom atom di Hiroshima pada Agustus 1945, kota di Jepang itu dilalap bola api dahsyat yang menewaskan sekitar 140 ribu orang dan menguapkan Bumi beserta infrastrukturnya.
Tujuh puluh tahun kemudian, ilmuwan menemukan puing-puing akibat ledakan nuklir dalam bentuk bola kaca berserakan di sepanjang pantai Motoujina, sebuah pulau kecil di Teluk Hiroshima.

Beton dan baja yang pernah digunakan untuk membangun gedung-gedung di Hiroshima ibarat telah dikocok dan dibakar dalam suhu yang sangat panas, sebelum mendingin dan jatuh kembali ke Bumi dalam bentuk bulat, seperti manik-manik kaca.

Kini, analisis baru terhadap temuan tersebut telah mengungkap bagaimana mereka terbentuk, yakni melalui kondensasi di dalam bola api nuklir.

Komposisi kimia dan isotop kaca tersebut, yang dianalisis oleh ahli astrokimia Nathan Asset dari University of Paris Cité dan rekannya, juga menunjukkan kemiripan dengan meteorit primitif bernama kondrit yang terbentuk dari debu antarbintang dan gas nebular di awal Tata Surya.

"Pembentukan kaca Hiroshima melalui kondensasi menyiratkan bahwa kaca tersebut mungkin analog dengan kondensat pertama di Tata Surya," tulis para peneliti dalam makalah mereka, dikutip dari IFL Science.

Kondensat pertama ini, atau padatan, juga dikenal sebagai inklusi kaya kalsium-aluminium (CAIs), juga mengandung banyak isotop oksigen-16 (16 O), suatu bentuk oksigen yang lebih ringan dengan lebih sedikit neutron dibandingkan varietas yang lebih berat.

Ilmuwan berpendapat bahwa isotop 16 O ini mungkin dihasilkan oleh sinar UV yang menembus awan gas debu antarbintang tempat kondrit pertama Tata Surya purba terbentuk, atau bisa juga dihasilkan melalui mekanisme spesifik ketika material yang menguap mengembun menjadi cairan sebelum semakin memadat.

Hanya beberapa percobaan laboratorium yang menguji penjelasan kedua ini, sehingga mempelajari puing-puing ledakan Hiroshima dapat memberikan wawasan baru.

Tim menganalisis sampel yang dikumpulkan dari pantai berpasir Teluk Hiroshima pada tahun 2015 oleh pensiunan ahli geologi Mario Wannier dan timnya. Menganalisis 94 potongan puing-puing nuklir, Asset dan rekannya mengidentifikasi empat jenis kaca Hiroshima: melilitic, anorthositik, soda-kapur, dan silika.

Partikel kaca Hiroshima di bawah mikroskop, termasuk gelas melilitic (A, B) dan gelas soda-kapur (D). Foto: Nathan Asset

Partikel kaca Hiroshima di bawah mikroskop, termasuk gelas melilitic (A, B) dan gelas soda-kapur (D). Foto: Nathan Asset

Secara kimiawi, kaca silika terlihat sama dengan butiran pasir kuarsa yang biasa ditemukan di pantai mana pun, dan kaca soda-kapur menyerupai kaca buatan industri. Namun, keempat jenis kaca Hiroshima memiliki komposisi oksigen dan isotop silikon yang aneh sehingga memberikan para peneliti cara baru untuk mempelajari bagaimana mereka mungkin terbentuk.

Untuk melihat lebih dekat, tim melakukan simulasi yang merekonstruksi susunan kimia dan kondisi fisik ledakan nuklir dari penelitian sebelumnya, menggunakan perkiraan kasar tersebut untuk memodelkan kemungkinan proses kondensasi dalam bola api Hiroshima.

Penelitian sebelumnya memperkirakan bom Hiroshima meledak 580 meter di atas kota, terlalu jauh dari permukaan untuk meninggalkan kawah. Namun suhu yang begitu tinggi, mencapai 10 juta derajat Celcius, di dalam bola api itu sendiri dan diperkirakan 6.287 °C di permukaan tanah, menyebabkan material bangunan menguap dalam hitungan detik.

Simulasi tim mengungkapkan bagaimana cairan melilitic mengembun dari awan gas terlebih dahulu, dalam proses yang dikenal sebagai kondensasi terfraksinasi, diikuti oleh cairan anorthositic, soda-lime, dan silika. Tetesan ini kemudian dimasukkan ke dalam gelas ketika terkena suhu antara 1.800 dan 1.400 °C, tergantung pada komposisinya.

Urutan simulasi menunjukkan bagaimana material yang menguap dalam ledakan Hiroshima mengembun menjadi tetesan dalam hitungan detik setelah ledakan. Foto: Nathan Asset

"Gelas melilitic merupakan cairan pertama yang mengalami kondensasi dan terakhir mengalami pendinginan, sehingga merupakan cairan yang paling banyak berinteraksi dengan material dalam bola api," jelas Asset.

"Ini bisa menjelaskan mengapa sebagian besar inklusi ditemukan pada jenis kaca ini," sebutnya.

Meskipun para peneliti juga tertarik dengan prospek awal Tata Surya melalui kacamata Hiroshima, mereka mengakui bahwa tekanan, suhu, dan campuran gas sangat berbeda antara bola api Hiroshima dan piringan akresi Matahari, tempat kondrit pertama kali terbentuk.

"Terlepas dari semua perbedaan ini, kesamaan antara kacamata Hiroshima dan CAI dapat menunjukkan proses serupa, yaitu reaksi kimia selama kondensasi, untuk menjelaskan pengayaan 16 O yang serupa," tim menyimpulkan.

(rns/rns)

Sumber: https://inet.detik.com/science/d-7223089/dampak-nuklir-hiroshima-ungkap-petunjuk-pembentukan-tata-surya

Sumber : Detik

Tags : Senjata Nuklir

Artikel Terkait


Komentar


Daftar Komentar


- 0 -